Sosmed:

Latest Post

Showing posts with label Syariat. Show all posts
Showing posts with label Syariat. Show all posts

Monday 25 January 2016

Perbanyaklah Do’a


http://semua-tentang-agam-islam.blogspot.co.id/
Perbanyaklah Do’a


Tentang Islam - Dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,

ما من مسلمٍ يدعو بدعوة ليس فيها أثمٌ ولا قطيعة رحم إلا أعطاه الله بها إحدى ثلاث؛ إما أن تعجل له دعوته، وإما أن يدخرها له في الآخرة، وإما أن يصرف عنه من السوء مثلها”. قالوا: إذا نكثر. قال: “اللهُ أكثرُ”. رواه أحمد والحاكم وغيرهما

“Tiada seorang muslim pun yang memohon (kepada Allah Ta’ala) dengan doa yang tidak mengandung dosa (permintaan yang haram), atau pemutusan hubungan (baik) dengan keluarga/kerabat, kecuali Allah akan memberikan baginya dengan (sebab) doa itu salah satu dari tiga perkara: [1] boleh jadi akan disegerakan pengabulan doanya, [2] atau Allah akan menyimpannya untuk kebaikan (pahala) baginya di akhirat, [3] atau akan dihidarkan darinya keburukan (bencana) yang sesuai dengannya”. Para sahabat radhiyallahu ‘anhum berkata: Kalau begitu, kami akan memperbanyak (doa kepada Allah). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salalm bersabda, “Allah lebih 
luas (rahmat dan karunia-Nya)”.

Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan berdoa kepada Allah Ta’ala, dan kepastian dikabulkannya doa seorang muslim dengan salah satu dari tiga perkara yang tersebut dalam hadits di atas, jika terpenuhi padanya syarat-syarat dikabulkannya doa. Inilah makna firman-Nya:


{وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ}

“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat, Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila dia berdoa kepada-Ku” (QS al-Baqarah:186).

Mutiara hikmah yang dapat kita petik dari hadits ini:

– Doa seorang muslim akan dikabulkan dan tidak tertolak jika memenuhi syarat diterimanya doa.

– Luasnya karunia Allah bagi hamba-hamba-Nya yang beriman, dengan menjadikan pengabulan doa mereka dalam berbagai macam kebaikan dan keutamaan.

– Dalam hadits ini disebutkan dua di antara syarat-syarat dikabulkannya doa, dan masih ada syarat-syarat yang lain, yaitu: ikhlas dalam berdoa, tidak tergesa-gesa dalam pengabulan doa, halalnya makanan dan pakaian, dan lain-lain.

– Syarat penting lain dikabulkannya doa adalah yang disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabda beliau: “Berdoalah kepada Allah dalam keadaan kamu yakin (Allah akan) mengabulkannya, dan ketahuilah bahwa Allah tidak akan mengabulkan doa dari (seorang yang ketika berdoa) hatinya lalai dan lupa (tidak berkonsentrasi)”.

– Keburukan yang dihindarkan dari seorang hamba dengan doanya adalah mencakup semua keburukan, baik dalam urusan dunia maupun agama.

– Dianjurkan memohon doa sebanyak-banyaknya kepada Allah, karena rahmat dan karunia-Nya lebih luas dari apa yang diminta oleh hamba-hamba-Nya.

Penulis: Ustadz Abdullah Taslim, MA

Tentang islam

Muslimah Sejati Bergaul Secara Syar'i



http://semua-tentang-agam-islam.blogspot.co.id/
Muslimah Sejati Bergaul Secara Syar'i 


Tentang Islam - Bergaul dan memiliki banyak teman adalah fitrah setiap manusia, tak terkecuali bagi para muslimah. Allah SWT pun menyampaikan hal ini dalam firman-Nya,


  • “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.” (QS. Al Hujurat:13)

Pergaulan dalam Islam

Dalam Islam, adab bergaul sangat diperhatikan. Betapa pentingnya adab dalam begaul, hingga Allah SWT mengutus Rasulullah saw untuk memberikan teladan dalam bergaul dengan sesama manusia.

  • Dari Aisyah ra. ketika ditanya akhlaq Nabi saw, beliau menjawab, “Akhlaq beliau (Nabi saw) adalah Al Qur’an.” Kemudian Aisyah ra. membacakan ayat yang artinya, “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam:4)

Rasulullah saw bersabda,
  • “Bertaqwalah kalian kepada Allah di mana pun kamu berada, ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya akan menghapuskannya, dan pergaulilah manusia dengan akhlaq yang baik.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan Al-Hakim)

Hubungan yang terjadi antara seseorang dengan seorang yang lain tidak hanya berdasarkan nasab, tapi juga berdasarkan ikatan lain. Akan tetapi, di antara banyak ragam ikatan dalam hubungan antar manusia, yang paling mulia dan tinggi nilainya adalah ikatan berdasarkan aqidah. Kekuatan ikatan aqidah melebihi ikatan yang terjalin berdasarkan hubungan darah.

Allah SWT berfirman,
  • “Dan Dia (Allah) yang mempersatukan hati mereka (orang yang beriman). Walaupun kamu menginfak-kan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Sungguh, Dia Mahaperkasa Mahabijaksana.” (QS. Al-Anfal:63)

Hubungan yang terjadi atas kesatuan aqidah merupakan karunia terbaik dari Allah SWT yang harus senantiasa dijaga. Dengan ikatan ini, interaksi yang terjalin karena alasan lainnya dapat dihilangkan. Tidak ada lagi fanatisme kesukuan atau golongan yang merendahkan orang lain di luar kelompoknya. Hubungan ‘untung-rugi’ dengan latar belakang ekonomi tak lagi diperhitungkan. Permusuhan dan kebencian karena perbedaan dapat dimusnahkan lalu berganti dengan keikhlasan karena Allah SWT. Bukankah ini adalah nikmat yang luar biasa.

Bergaul yang Membawa ke Surga

Niat yang Lurus

Niat kita dalam bergaul pun mutlak harus diperhatikan. Karena jelas, hal itu akan menentukan berjalannya sebuah pertemanan antara seseorang dengan orang lain.
Berkenaan dengan niat, Rasulullah saw bersabda,

  • “Sesungguhnya amal perbuatan tergantung pada niat, dan sesungguhnya setiap orang akan mendapatkan sesuai apa yang ia niatkan.” (HR. Bukhari-Muslim)

Merujuk pada hadits di atas, dalam berteman hendaknya kita berniat semata-mata karena Allah. Yaitu, menjadikan kawan sebagai penolong dalam urusan dunia maupun akhirat. Dan tentu saja juga sebagai pendukung dalam menaati hukum-hukum Allah agar selamat di dunia dan di akhirat.

Dengan niat yang lurus ini, semoga Allah membimbing kita pada sahabat yang senantiasa membawa kebaikan dunia dan akhirat.

Pilih-pilih Teman

Pilih-pilih teman biasanya diidentikan dengan kesombongan. Maunya berteman dengan si anu, dan tidak mau dekat-dekat dengan si anu.

Benar, jika dalam urusan pilih-pilih teman ini kita sandarkan pada urusan dunia yang sifatnya materialistis. Misalnya, apakah kita berteman dengan seseorang karena dia kaya, cantik, punya status sosial yang tinggi, dan lain sebagainya. Tentu saja bukan karena hal-hal demikian kita diharuskan dalam memilih teman.

Islam menganjurkan agar kita hati-hati dalam memilih teman dengan tujuan agar kita tidak berteman melainkan dengan orang-orang mukmin yang shalih dan taat beragama. Sebab, tak dapat dipungkiri, teman cepat atau lambat akan memberikan pengaruh terhadap diri kita. Tabiat dan watak seseorang dapat terbentuk melalui pergaulan dan interaksi dengan lingkungan sekitar.

Rasulullah saw bersabda,

“Sesungguhnya perumpamaan teman baik dengan teman buruk adalah seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. Adapun penjual minyak wangi maka dia akan menghadiahkannya kepadamu atau kamu membeli darinya atau kamu akan mendapat aroma wanginya. Adapun pandai besi maka boleh jadi ia akan membakar tubuhmu atau pakaianmu atau engkau akan mencium bau busuk darinya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Lalu, bagaimana sebenarnya ciri teman yang baik? Yang pertama, tentunya ia haruslah seorang mukmin sebagaimana sabda Rasulullah saw,
  • “Janganlah kamu mengambil teman kecuali yang mukmin...” (HR. At-Tirmidzi dan Abu Dawud)

Karakteristik orang mukmin adalah sebagaimana yang digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya,
  • “Sesungguhnya orang-orang yang beriman (mukmin) adalah mereka yang apabila disebut nama Allah gemetar hatinya dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakal.” (QS. Al Anfal:2)

Yang kedua, ciri teman yang baik adalah yang berakhlaq mulia. Sangat penting menilai akhlaq seorang teman, sebab tabiat manusia memiliki kecenderungan untuk meniru orang yang ada di dekatnya. Ibnu Taimiyah berkata, “Sesungguhnya manusia itu seperti sekawanan burung, selalu tertarik untuk saling meniru satu sama lainnya.”

Akhlaq yang mulia mendatangkan kecintaan Allah dan juga kasih sayang manusia. Rasulullah saw bersabda,

  • "Kaum mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya, yang paling lapang dadanya, yang mudah bersahabat dan disahabati. Tidak ada kebaikan pada orang yang tidak bersahabat dan tidak disahabati.” (HR. Ath-Thabrani)

Pahami Hakikat Persaudaraan

Kunci utama dalam membina persahabatan adalah niat yang lurus untuk membangun ketaatan dan meninggalkan kemaksiatan kepada Allah dengan memegang aqidah dan pedoman yang haq. Jika aqidah telah merasuk ke dalam hati maka akan membawa perasaan cinta dan bersaudara karena Allah semata.

Rasulullah saw bersabda,

  • “Seorang lelaki mengunjungi saudaranya (seiman) di kota lain. Lalu Allah mengirim seorang malaikat untuk mengikuti perjalanannya. Tatkala bertemu dengannya malaikat itu bertanya, ‘Kemanakah engkau hendak pergi?’ Ia menjawab, ‘Aku hendak mengunjungi saudaraku di kota ini.’ Malaikat itu bertanya lagi, ‘Adakah suatu keuntungan yang engkau harapkan darinya?’ Ia menjawab, ‘Tidak ada, hanya saja aku mencintainya karena Allah.’ Maka, malaikat itu berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu untuk menyampaikan bahwa Allah mencintaimu sebagaimana engkau mencintainya karena Allah.’” (HR. Bukhari-Muslim)

Tidak terbantahkan lagi bahwa kunci yang paling penting dalam pertemanan adalah menghadirkan Allah dalam landasan hubungan dan kasih sayang di antara mereka. Sebab, Allah menetapkan cinta-Nya bagi orang yang saling mencintai karena Dia.

Agar Pergaulan Tak Jadi Sesalan

Pada akhirnya, kita akan mendapati bahwa teman yang tidak baik akan membawa temannya ke dalam keburukan di dunia dan mendorong ke dalam neraka di akhirat.

Teman yang jahat akan membawa temannya ke jurang bencana dan mengantarkannya ke neraka jahanam. Dan di akhirat mereka akan berubah menjadi musuh yang saling menjatuhkan.

Allah SWT berfirman,
  • “Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertaqwa.” (QS.Az Zukhruf:67)

Seorang mukmin itu ibarat cermin bagi mukmin lainnya. Ketika ia melihat sahabatnya maka seolah-olah ia melihat dirinya sendiri.

Rasulullah saw bersabda,

  • “Mukmin itu ibarat cermin bagi mukmin lainnya yang senantiasa mencegah saudaranya dari kebangkrutan dan senantiasa melindunginya dari marabahaya.” (HR. Abu Dawud)

Teman yang baik akan mencegah kita dari kebangkrutan. Ia memberi nasehat berharga saat kita khilaf, menjaga dan membela kehormatan kita tatkala kita tak berada di sampingnya. Menghibur kita tatkala sedih dan membantu kita saat membutuhkan pertolongan. Walalupun tak berhubungan darah, tidak ada keuntungan harta yang diperoleh, dan tidak ada ikatan duniawi. Tujuannya, hanya ridho Allah di dunia dan di akhirat. Wallahu’alam bishowwab.

Tentang Islam

Sunday 24 January 2016

9 Cara Mengendalikan Amarah Menurut Islam

Cara Mengendalikan Amarah Menurut Islam

http://semua-tentang-agam-islam.blogspot.co.id/
9 Cara Mengendalikan Amarah Menurut Islam

Tentang islam - “Barang siapa yang dapat menahan amarahnya, sementara ia dapat meluapkannya, maka Allah akan memanggilnya di hadapan segenap mahluk. Setelah itu, Allah menyuruhnya memilih bidadari surga dan menikahkannya dengan siapa yang ia kehendaki.” (HR Ahmad).
Begitu istimewanya imbalan yang diberikan bagi orang yang dapat mengendalikan amarahnya, sampai Allah pun mempersilahkan ia untuk memilih bidadari surga yang ia suka. Lalu, bagaimana caranya mengendalikan amarah?
Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nadadalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah mengungkapkan hendaknya seorang Muslim memperhatikan adab-abad yang berkaitan dengan marah. Berikut adab atau cara mengendalikan marah menurut Islam:


Berikut 9 Cara Mengendalikan Amarah

1. Jangan marah kecuali karena Allah SWT. 
Marah karena Allah merupakan sesuatu yang disukai dan mendapatkan pahala. Seorang Muslim yang marah karena hukum Allah diabaikan merupakan contoh marah karena Allah, misalnya marah ketika menyaksikan perbuatan haram.

2.Berlemah lembut dan tak marah karena urusan dunia.
Sesungguhnya semua kemarahan itu buruk, kecuali karena Allah SWT. Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada mengingatkan, kemarahan kerap berujung pada pertikaian dan perselisihan yang dapat menjerumuskan manusia ke dalam dosa besar dan dapat pula memutuskan silaturahim.

3. Mengingat keagungan dan kekuasaan Allah ketika marah.
Ketika mengingat kebesaran Allah SWT, maka kemarahan bisa diredam. Bahkan, mungkin tak jadi marah sama sekali. Itulah adab paling bermanfaat yang dapat menolong seseorang untuk berlaku santun dan sabar.

4. Menahan dan meredam amarah jika telah muncul.
Allah SWT menyukai seseorang yang dapat menahan dan meredam amarahnya. Allah SWT berfirman, ” … dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memberi maaf orang lain, dan Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS Ali Imran:134).
5. Berlindung kepada Allah ketika marah. 

Nabi SAW bersabda, “Jika seseorang yang marah mengucapkan; ‘A’uudzu billah (aku berlindung kepada Allah SWT) niscaya akan reda kemarahannya.” (HR Ibu ‘Adi dalam al-Kaamil.)Diam. Rasulullah SAW bersabda, “Ajarilah, permudahlah, dan jangan menyusahkan.

6. Hendaklah Diam
Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Terkadang orang yang sedang marah mengatakan sesuatu yang dapat merusak agamanya, menyalakan api perselisihan dan menambah kedengkian.

7.Mengubah posisi ketika marah.
Mengubah posisi ketika marah merupakan petunjuk dan perintah Nabi SAW. Nabi SAW bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. 

8. Berbaring jika belum hilang
Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).Berwudhu atau mandi. Menurut Syekh Sayyid Nada, marah adalah api setan yang dapat mengakibatkan mendidihnya darah dan terbakarnya urat syaraf.

9. Memberi maaf dan bersabar.
Orang yang marah sudah selayaknya memberikan ampunan kepada orang yang membuatnya marah. Allah SWT memuji para hamba-Nya “… dan jika mereka marah mereka memberi maaf.” (QS Asy-Syuura:37).
Itulah kesembilan cara yang bisa kita lakukan untuk meredam kemarahan. Terlihat sulit tapi percayalah, jika kita berniat merubah diri kita untuk menjadi lebih baik, beberapa cara meredam kemarahan seperti yang disebutkan diatas patut dicoba. Insya Allah kita dapat termasuk ke dalam golongan seperti yang disebutkan dalam hadits riwayat Imam Ahmad, yakni mendapat imbalan indah bertemu dengan bidadari surga dan dimuliakan-Nya.

sumber: google+ belajar islam

Tentang islam

Saturday 23 January 2016

Percikan Air Pembawa Azab

 Percikan Air Pembawa Azab, 

Tidak sedikit orang tua yang membiarkan anak-anaknya terutama laki-laki saat buang air kecil sambil berdiri. Sehingga anak terbiasa sampai ia baligh melakukan hal tersebut. Bahkan ada yang sampai tidak membersihkannya (tidak cebok). Padahal, air kencing itu najis yang menyebabkan terhalangnya ibadah, sholatnya menjadi tidak sah karena badan dan bajunya masih dalam keadaan kotor.
Islam datang dengan membawa aturan. Berbagai hal telah ada aturannya dalam Islam termasuk soal menghilangkan najis.

http://semua-tentang-agam-islam.blogspot.com/
Percikan Air Pembawa Azab

Percikan Air Pembawa Azab

Ibnu Abbas ra. berkata: “Suatu hari Rasulullah saw melewati kebun diantara kebun-kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar suara dua orang yang sedang di siksa di dalam kuburnya” Kemudian Rasulullah SAW. bersabda:
Artinya: “Keduanya di azab, tetapi bukan karena masalah besar (dalam anggapan keduanya) lalu bersabda – benar (dalam riwayat lain: Sesungguhnya ia masalah besar) salah satunya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikkan air kencingnya dan yang satu lagi suka mengadu domba“. (HR. Bukhari)
Nabi SAW. mengabarkan bahwa:
Hadits Tentang Azab Kubur Disebabkan Air Kencing
Artinya: “Kebanyakan azab kubur disebabkan oleh buang air kecil“. (HR. Ahmad)

Termasuk tidak cebok setelah selesai buang air kecil. Biasanya mereka tergesa-gesa menyudahi kencingnya yang belum selesai hingga sedikit menetes di anggota badannya atau celana yang dikenakannya.
Saat ini telah banyak kamar kecil yang hanya dilengkapi dengan bejana air kencing permanen yang menempel di tembok dalam ruangan terbuka. Setiap orang kencing tidak ada malu-malunya disaksikan orang yang berlalu lalang keluar masuk kamar mandi. Selesai kencing mereka tidak membasuhnya dengan bersih. Sehingga badannya atau pakaian yang dikenakannya .
Hadits Tentang Buang Air Kecil
Artinya: “Bersihkan diri kalian dari air kencing


Hadits Tentang Buang Air Kencing Sambil Berdiri
Artinya: “Di antara perangai yang buruk adalah seseorang kencing sambil berdiri“.(HR. At-Tirmidzi)


Jadi, menurut pendapat para ulama tentang kencing sambil berdiri tidaklah terlarang selama aman dari percikan air kencingnya.
Air kencing yang menjadi penyebab azab atau siksa kubur adalah karena kontaminasi air kencing itu dapat merusak ibadah seseorang tanpa diketahui orang tersebut. Bagaimana bisa? Contohnya saja seseorang yang baru selesai buang air kecil, lalu dia membersihkanya dengan cara tidak benar sehingga masih ada sisa atau percikan setetes air kencing yang jatuh atau tidak sengaja menetes di celananya, anggota badannya atau sandalnya. Kemudian orang tersebut pergi ke masjid. Nah, sandal yang terkena air kencing itu akan rentan di injak-injak oleh orang lain yang juga akan melakukan ibadah, maka tanpa disadari najis pulalah orang orang yang menginjak sandalnya. Sehingga tidak hanya dirinya yang merugi tapi juga dapat merugikan orang lain yang akan beribadah.

Demikan artikel Percikan Air Pembawa Azab semoga bermanfaat bagi kehidupna kita semua...

Tentang Islam

Wednesday 20 January 2016

Jika Ingin Mencintai Allah

Jika Anda Mencintai Allah, Ikuti Tuntunan Rasulullah



Ayat yg sangat indah dan halus dalam menjelaskan bahwa seharusnya kita meninggalkan semua bid’ah dalam agama. Allah ta’ala berfirman:

قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah (wahai Muhammad kepada umatmu): Jika kalian benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian“. (QS. Alu Imron: 31).

Renungkanlah kandungan ayat ini:

1. Ayat ini berkenaan tentang cinta kepada Allah, yang harusnya menjadi derajat cinta paling tinggi di hati kaum mukminin. (QS. Al Baqarah: 165). Itu saja dalam mengejewantahkannya harus mengikuti Nabi –shollallohu alaihi wasallam-, apalagi bila cinta itu kepada makhluk-Nya.
Sehingga dalam mencintai Nabi –shollallohu alaihi wasallam– kita lebih wajib mengikuti cara dan tuntunan beliau, begitu pula dlm mecintai keluarga beliau, ka’bah, Al Quran, dst.

2. Ayat ini memerintahkan kita untuk mengikuti Nabi –shollallohu alaihi wasallam– saja dalam mengejewantahkan cinta kita kepada Allah.
Sehingga kita tidak boleh mencintai Allah dengan cara para Nabi selain beliau, apalagi cara para ulama, apalagi cara kita sendiri, jika cara-cara tersebut tidak sesuai dengan yang disyariatkan oleh Nabi –shollallohu alaihi wasallam-.

3. Ayat ini menjelaskan bahwa Allah akan mencintai kita jika kita mengikuti Nabi –shollallohu alaihi wasallam– dlm mengejewantahkan cinta kita kepada-Nya.
Maka sebaliknya Allah akan menjadi murka, bila kita mengejewantahkan cinta tersebut dengan mengikuti tuntunan dari selain beliau.

Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita, sehingga kita dapat mencintai Allah, Rasulullah, para ulama, dan yang lainnya, sebagaimana dituntunkan oleh Nabi –shollallohu alaihi wasallam-.
Penulis: Ust. Musyafa Ad Darini, Lc., MA.

Tentang Islam

Tuesday 19 January 2016

Indahnya Pernikahan

Indahnya Pernikahan



        Allah menginginkan pemakmuran alam ini sesuai ketentuan syariat yang telah terukur sampai waktu tertentu. Pemakmuran ini tidak mungkin berjalan kecuali dengan adanya kerjasama, keselarasan dan kebersamaan serta dengan membangun kehidupan secara adil, bijak, dan berdaya guna.


Seorang manusia dijadikan khalifah di muka bumi untuk tugas melakukan perbaikan dan pemakmuran dalam beribadah kepada Allah. Kebahagiaan seseorang terletak pada ketaatannya kepada Allah, dan kebinasaannya disebabkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya kepada Allah. Firman Allah :

"وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَخْشَ اللَّهَ وَيَتَّقْهِ فَأُولئِكَ هُمُ الْفائِزُونَ" [النور / 52]

"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasulNya dan takut kepada Allah, dan bertaqwa kepadaNya maka merekalah orang-orang yang beruntung" Qs An-Nur : 52

Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman:

" وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خالِداً فِيها وَلَهُ عَذابٌ مُهِينٌ"[النساء/ 14]

"Dan barangsiapa yang bermaksiat kepada Allah dan rasulNya, dan melebihi batasan-batasanNya maka Allah akan memasukkan dia ke dalam nerakaNya dalam keadaan kekal di dalamNya, dan baginya adzab yang menghinakan" Qs An-Nisa : 14

Dan Allah berfirman:

 " وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْواءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّماواتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ " [المؤمنون/71]

"Dan seandainya kebenaran mengikuiti hawa nafsu mereka niscaya akan rusak langit dan bumi dan apay yang ada di dalamnya" Qs Al-Mukminun : 71


Salah satu langkah penting dalam fase kehidupan manusia adalah pengikatan dirinya dengan seorang istri berdasarkan ketentuan Allah dan rasul-Nya. Dengan pengikatan itu akan terjalin kerjasama antara keduanya, rasa saling menyayangi, keterpaduan jiwa, pertukaran berbagai manfaat dan kepentingan serta terwujudnya kenikmatan naluriah yang konstruktif dan bermartabat, selain untuk menggapai tujuan mulia, mata pencaharian yang berkah dan melahirkan keturunan yang baik.
  
Ikatan suami istri merupakan sarana pengasuhan generasi, tempat pendidikan awal bagi anak untuk mengarahkan para pemuda ke arah kebaikan, perbaikan, dan pemakmuran.

Ayah dan ibu memiliki pengaruh yang besar terhadap perilaku anak. Mereka merupakan batu pertama bagi masyarakat ideal manakala keduanya shalih, dan menjadi tumpuan cinta kasih, rasa santun, belas kasihan, pengasuhan dan berbaik kepada anak-anak yang sedang tumbuh.

Juga merupakan awal pertalian kekerabatan yang membentuk sikap saling tolong menolong, saling menyayangi, saling membantu, saling bersilaturahmi, saling mencintai dalam membentengi diri dari ancaman bencana.

Pernikahan merupakan sistem kehidupan yang telah berjalan, manfaatnya tidak terbatas, berkahnya tidak akan habis, bahkan sistem ini akan tetap berjalan terus-menerus yang tidak akan terputus kebaikannya.

Pernikahan adalah sunnah (tradisi) para nabi dan rasul. Allah-subhanahu wa ta’ala-  berfirman :

وَلَقَدْ أَرْسَلْنا رُسُلاً مِنْ قَبْلِكَ وَجَعَلْنا لَهُمْ أَزْواجاً وَذُرِّيَّةً [ الرعد / 38 ]

"Dan sungguh Kami telah mengutus para rasul sebelummu  dan Kami telah menjadikan bagi mereka istri-istri dan keturunan"

Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman tentang ciri khas orang-orang yang berfirman:

" وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنا هَبْ لَنا مِنْ أَزْواجِنا وَذُرِّيَّاتِنا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنا لِلْمُتَّقِينَ إِماماً " [ الفرقان/74]

"Dan mereka adalah orang-orang yang mengatakan: Wahai Rabb kami berilah untuk kami diantara istri-istri dan anak keturunan kami penyejuk mata dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa" Qs Al-Furqan : 74

Allah -subhanahu wa ta’ala- perintahkan manusia untuk berumah tangga. FirmanNya :

" وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ" [ النور / 32]

 “Dan kawinkanlah para bujangan di antara kalian, dan mereka yang sudah layak kawin di antara budak-budak lelaki kalian dan budak-budak perempuan kalian. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya”. Qs An-Nur : 32

Abdullah bin Mas'ud –radhiyallahu ‘anhu- berkata: Rasulullah –shallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

"يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ" ( رواه البخاري ومسلم )

"Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kalian yang mampu maka hendaklah dia menikah, karena sesungguhnya itu lebih menjaga pandangan kalian, dan lebih menjaga kemaluan kalian, dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah dia berpuasa karena puasa adalah perisai/ penjaga baginya" (HR. Al Bukhari dan Muslim) 

Yang dimaksud dengan kemampuan disini adalah kemampuan membayar mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Maka barangsiapa yang tidak mampu, hendaklah berpuasa ketika timbul keinginan menikah, karena di dalam puasa terdapat pahala selain untuk menurunkan intensitas syahwat hingga Allah memudahkan menikah baginya.

Anas – radhiyallah ‘anhu – meriwayatkan :

أَنَّ نَفَرًا مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سَأَلُوا أَزْوَاجَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ عَمَلِهِ فِي السِّرِّ؟ فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا آكُلُ اللَّحْمَ، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لَا أَنَامُ عَلَى فِرَاشٍ، فَحَمِدَ اللهَ وَأَثْنَى عَلَيْهِ. فَقَالَ: «مَا بَالُ أَقْوَامٍ قَالُوا كَذَا وَكَذَا؟ لَكِنِّي أُصَلِّي وَأَنَامُ، وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ، وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي فَلَيْسَ مِنِّي [ رواه البخاري ومسلم ]

“Sekelompok orang bertanya kepada istri-istri Nabi – shallallahu ‘alaihi wa sallam - tentang amalan rahasia beliau, maka sebagian mereka berkata: Aku tidak akan menikah dengan menikah; dan yang lain berkata: Aku tidak makan daging; dan yang lain berkata: Aku tidak akan tidur di atas kasur. Rupanya kabar ini sampai kepada Nabi- shallallahu ‘alaihi wa sallam-, maka setelah memuji Allah, beliau lalu berkata: "Mengapa sebagian orang berkata begini dan begitu, sungguh aku shalat dan aku tidur, aku puasa dan aku berbuka, aku pun menikah dengan wanita. Maka barangsiapa yang benci terhadap sunnahku bukanlah termasuk golonganku" (HR. Al Bukhari dan Muslim).

Maka Islam mewajibkan menikah bagi orang yang punya kemampuan sebagaimana sabda Nabi  bersabda:

تَزَوَّجُوا الْوَدُودَ الْوَلُودَ، إِنِّي مُكَاثِرٌ الْأَنْبِيَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

"Nikahilah wanita yang penyayang dan banyak melahirkan, karena aku akan membanggakan kalian di hadapan para nabi pada hari kiamat" (HR. Ahmad, dan dishahihkan Ibnu Hibban dari hadits Anas – radhiyallahu ‘anhu -.

Pernikahan adalah kesucian dan kehormatan bagi suami istri, kebaikan bagi masyarakat, dan benteng pertahanan dari penyimpangan. Allah –subhanahu wa ta’ala- berfirman :

وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ذَلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ذَلِكُمْ أَزْكَى لَكُمْ وَأَطْهَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ [ البقرة / 232 ]

"Dan apabila kalian menceraikan para wanita kemudian sampai iddah mereka maka janganlah kalian menghalangi wanita-wanita tersebut untuk menikah dengan suami-suaminya, apabila mereka saling ridha diantara mereka dengan baik, demikianlah dinasehati siapa diantara kalian yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Yang demikian lebih suci bagi kalian dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui" Qs Al-Baqarah : 232

Pernikahan dapat melindungi masyarakat dari tersebarnya zina, dan praktik mesum kaum Luth. Suatu perzinaan manakala telah merajalela di sebuah wilayah, Allah akan timpakan kemiskinan, dan kehinaan kepada wilayah itu yang diikuti kemunculan berbagai penyakit dan wabah yang sebelumnya tidak pernah dialami oleh nenek moyang mereka di samping kehinaan dan hukuman akhirat bagi para pezina. Allah berfirman :

وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا ، يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا [ الفرقان/68-69]

"Dan mereka tidak beribadah bersama Allah tuhan yang lain, dan mereka tidak membunuh jiwa yang telah Allah haramkan kecuali dengan haq, dan mereka tidak berzina. Dan barangsiapa yang melakukan demikian maka dia telah dan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina”.

Seseorang tidak akan berani melakukan perbuatan kaum Luth (homoseks) kecuali memang telah mati hatinya, tersungkur fitrahnya, busuk jiwanya dan anjlok moralnya, maka terhukumlah dia di dunia dan akhirat dengan sekeras-keras hukuman.

Kita sadar akan bencana yang menimpa kaum Luth yang belum pernah terjadi pada suatu bangsa. Mereka dihujani sijil (bebatuan yang panas membara ), kota tempat mereka tinggal diangkat oleh Jibril –alaihis-salam- ke atas, lalu dijatuhkan menimpa mereka, bagian atas kota menjadi bagian bawah, lalu Allah – subhanahu wa ta’ala – menghujani mereka dengan bebatuan, di samping mereka akan kekal dalam siksa neraka. Begitu dahsyatnya tindak kejahatan mereka, sampai Rasulullah – sallallahu ‘alaihi wa sallam – bersabda :

" لَعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قَوْمِ لُوْطٍ ثَلَاثا "

“Allah mengutuk hingga tiga kali terhadap siapapun orang yang melakukan perbuatan kaum Luth”.

Maka pernikahan merupakan pengaman dari perbuatan zina dan homoseksual, sebagai wahana penyuci hati dan pembersih jiwa serta sarana melahirkan keturunan secara estafet di atas bumi untuk beribadah kepada Allah -subhanahu wa ta’ala- dan membangun peradaban.

Disyariatkan seorang lelaki memilih calon istrinya dari sisi akhlaknya, kualitas agamanya dan garis keturunannya. Sabda Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam- :

"تُنْكَحُ المَرْأَةُ [ص:8] لِأَرْبَعٍ: لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا، فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ، تَرِبَتْ يَدَاكَ "( رواه البخاري ومسلم )

“Seorang wanita dinikahi karena empat pertimbangan; hartanya, garis keturunannya, kecantikannya dan agamanya, maka pilihlah wanita yang kuat agamanya niscaya Anda beruntung” HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abi Hurairah – radhiyallahu ‘anhu -.

Demikian pula wanita hendaklah memilih calon suami yang memiliki agama kuat dan akhlak mulia.

Disebutkan dalam sebuah hadis, seorang lelaki bertanya kepada Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam- seraya berkata : Ya Rasulallah, kepada siapakah aku menikahkan putriku? Beliau menjawab, “Nikahkan dengan lelaki yang bertakwa, karena jika lelaki itu mencintainya maka dia memuliakannya, namun jika membincinya, dia tidak akan menzaliminya”.

Seorang wanita gadis tidak boleh dipaksa untuk menerima lamaran seorang lelaki yang tidak disukainya, tetapi harus benar-benar atas kerelaan hatinya. Sabda Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam-

" لاَ تُنْكَحُ الأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلاَ تُنْكَحُ البِكْرُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟ قَالَ: أَنْ تَسْكُتَ " ( رواه البخاري ومسلم )

“Tidak boleh seorang janda dinikahkan hingga ia dimintai pendapatnya, dan tidak boleh seorang gadis dinikahkan hingga diminta izinnya.” Para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah izinnya seorang gadis?” “Izinnya adalah diamnya gadis itu”. HR Bukhari dan Muslim dari hadis Abi Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-.

Jika ada seorang lelaki yang telah cocok datang meminang, sedangkan anak gadis itu sudah layak dinikahkan, maka wali nikahnya janganlah menunda waktu untuk menikahkannya, karena putrinya itu merupakan amanat yang dititipkan kepadanya dan kelak hari kiamat dia akan mempertanggung-jawabkannya. Maka janganlah menolak seorang lelaki yang meminang dengan dalih melanjutkan sekolah. Sebab yang berkepentingan adalah sang putri dan suaminya, termasuk urusan sekolahnya menjadi tanggungan suaminya jika mereka menginginkannya.

Tidak boleh seorang wali nikah menolak setiap lelaki yang meminang putrinya dengan maksud supaya tetap bisa  menikmati gajinya, karena akan membuat putrinya itu kehilangan kesempatan dan terhalang dari peran melahirkan keturunan akibat keserakahan dan eksploitasi tersebut. Itu merupakan tindak kriminal terhadap wanita. Bisa jadi wanita itu mendoakan buruk atas walinya yang membuatnya tidak berbahagia dan harta kekayaannya tidak membawa manfaat bagi dirinya dalam kuburnya.

Bagi lelaki yang meminang dan wanita yang dipinang diperintahkan untuk shalat istikharah dan berdoa sesudahnya dengan doa yang dituntunkan. Dianjurkan pula untuk menyederhanakan maskawin dengan kadar yang cukup memberi manfaat bagi istri dan tidak membebani suami. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi -sallallahu ‘alaihi wa sallam- :

" خَيْرُ الصَّدَاقِ أيْسَرُه " رواه أبو داود والحاكم

“Sebaik-baik maskawin adalah yang paling meringankan”. HR Abu Dawud dan Hakim dari hadis Uqbah Bin Amir.

Ibnu Abbas - radhiyallahu ‘anhu - berkata : “Ketika Ali - radhiyallahu ‘anhu – menikah dengan Fatimah - radhiyallahu ‘anha – Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata kepadanya, “Berikanlah kepadanya[ Fatimah] sesuatu”, jawab Ali, “Aku tidak mempunya suatu apapun”, Beliau berkata, “Lalu di manakah baju besi Khatmiyah milikmu ?” HR Abu Dawud, An-Nasai dan dinilai shahih oleh Alhakim.

Baju besi yang dimaksud sangatlah murah  harganya yang hanya bernilai beberapa dirham saja, padahal sayidah Fatimah -radhiyallahu ‘anha- adalah wanita superior di antara wanita dunia.

Cukup banyak dan tak terhitung kisah tentang para salafus-shalih terkait dengan penyederhanaan pernikahan. Sekiranya pernikahan itu telah berlangsung dengan baik, niscaya Allah -subhanahu wa ta’ala- mendatangkan keberkahan yang banyak bagi suami istri.

Disebutkan dalam sebuah hadis :

" مَنْ تَزَوَّجَ فَقدْ مَلَكَ نِصْفَ دِيْنهِ فَلْيَتّقِ اللهِ فِى النِّصْفِ البَاقِى "

“Barangsiapa yang menikah, maka dia telah memiliki setengah dari agamanya, untuk itu hendaklah dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang tersisa.

Masing-masing suami istri berkewajiban menjaga ikatan kehidupan rumah tangga agar tidak rusak, sebab itu merupakan ikatan perjanjian yang sangat berbobot dan kokoh. Maka seorang suami harus melaksanakan hak-hak istri dengan menyediakan tempat tinggal yang layak baginya, memberikan nafkah kepadanya dan tidak membiarkannya menafkahi dirinya dari harta miliknya sendiri meskipun istrinya itu berharta atau seorang pegawai, kecuali bila dia memilih yang demikian. Jika istri membantu suaminya, maka dia mendapat pahala dari amal baiknya itu.

Sang suami hendaknya memenuhi hak-hak istrinya secara sempurna, memperlakukannya dengan baik dan tidak bersikap buruk terhadapnya, baik dalam tutur kata maupun  perbuatan. Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

" خَيْرُكُمْ خَيْركُمْ لِأهْلِهِ وَأنَا خَيْركُمْ لِأهْلِى "

“Sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik kepada istrinya, dan aku adalah orang yang paling baik di antara kalian kepada istriku”. 

        Seorang istri berkewajiban menunaikan hak-hak suaminya, bersikap baik kepadanya, menuruti perintahnya dalam koridor kebaikan, tidak mengganggunya serta berlaku baik terhadap anak-anaknya, kedua orang tuanya, dan kaum kerabatnya serta menjaga hartanya di kala sang suami sedang tidak di rumah.

Diriwayatkan dari Abdullah Bin Amar -radhiyallahu ‘anhu- Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

لَا يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى امْرَأَةٍ لَا تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا، وَهِيَ لَا تَسْتَغْنِي عَنْهُ . هَذَا حَدِيثٌ صَحِيحُ الْإِسْنَادِ

“ Allah -subhanahu wa ta’ala- tidak sudi melihat wanita yang tidak pandai berterima kasih kepada suaminya, padahal dirinya tidak bisa mandiri dari padanya”. HR Al-Hakim, dikatakannya sebagai hadis yang berisnad shahih.

        Suami istri harus melakukan upaya-upaya perbaikan terhadap urusan mereka di awal munculnya perselisihan agar tidak sampai memuncak yang kemudian berujung pada perceraian, saat itulah setan merasa sangat senang karena melihat rumah tangga mereka pecah dan anak-anak berantakan dan menyimpang.

Masing-masing suami istri seharusnya bersabar satu sama lain. Tidak ada penanganan urusan dengan kesabaran melainkan membawa dampak yang positif.

Allah-subhanahu wa ta’ala- berfirman :

وَعاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئاً وَيَجْعَلَ اللَّهُ فِيهِ خَيْراً كَثِيراً [ النساء/19 ]

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” Qs An-Nisa : 19

Diriwayatkan dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu- berkata, Rasulullah -sallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda :

" لَا يَفْرَكُ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً، إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا، رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ "

“Seorang suami mukmin tidak boleh membenci istri mukminah, sebab apabila dia membenci satu akhlak dari istrinya tersebut maka dia pasti ridha dengan akhlaknya yang lain” HR. Muslim

        Barangsiapa yang merasa kesulitan menikah pada awal mulanya, maka hendaklah tetap menjaga diri dan bersabar serta mengendalikan nafsu dari kebiasaan tersembunyi ( masturbasi ) dan efek negatifnya, dari perzinaan dan penyimpangan seksual lainnya hingga Allah -subhanahu wa ta’ala – membukakan jalan baginya untuk menikah. Firman Allah :

" وَلْيَسْتَعْفِفِ الَّذِينَ لا يَجِدُونَ نِكاحاً حَتَّى يُغْنِيَهُمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ " [ النور / 33 ]

“ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya” Qs An-Nur : 33

        Dalam penyelenggaraan resepsi pernikahanpun hendaklah dilakukan secara sederhana dan tidak menghambur-hamburkan biaya. Firman Allah 

وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيراً ، إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كانُوا إِخْوانَ الشَّياطِينِ وَكانَ الشَّيْطانُ لِرَبِّهِ كَفُوراً [ الإسراء / 26-27 ]

“Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” Qs Al-Isra : 26 – 27

Jika makanan walimah ( resepsi pernikahan ) itu masih tersisa, janganlah dibuang sia-sia tetapi hendaklah diberikan kepada orang yang membutuhkannya untuk dimakan. Firman Allah :

وَاللَّهُ جَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْواجاً وَجَعَلَ لَكُمْ مِنْ أَزْواجِكُمْ بَنِينَ وَحَفَدَةً وَرَزَقَكُمْ مِنَ الطَّيِّباتِ أَفَبِالْباطِلِ يُؤْمِنُونَ وَبِنِعْمَتِ اللَّهِ هُمْ يَكْفُرُونَ [ النحل / 72 ]

“Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu-cucu, dan memberimu rezeki dari yang baik-baik” Qs An-Nahl : 72

Khotbah Jumat Masjid Nabawi 29/2/1437 H
Al Khathib: Syekh Ali bin Abdurrahman Al Hudzaifi

Semua tentang agama islam